Dalam Pilpres 2019, Secara Alamiah, Jokowi Pasti Dikeroyok

Tanggal: 31 Jul 2017 13:59 wib.
Kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ( IPR ), Ujang Komarudin, dalam Pilpres 2019 pemerintah Jokowi akan digempur tiga kekuatan besar. Baca saja di sini: https://tampang.com/detail/pilpres-2019--pemerintah-bakal-di-gempur-tiga-kekuatan-besar-1890.php

Lucunya, Ujang menggunakan diksi “pemerintah” bukan “Jokowi” atau “PDIP” atau lainnya. Pertanyaannya sederhana, sejak kapan pemerintah ikut dalam pemilu?

Apakah pernah ada yang mengatakan, pemerintah SBY menang dalam Pilpres 2009? Atau adakah menyebut pemerintah DKI kalah dalam Pilgub DKI 2017?

Dan, di mana-mana dan kapan pun juga, calon petahana pastinya akan dikeroyok oleh calon-calon lainnya. Sebab dalam pemilu posisi yang sedang diduduki calon petahana itulah yang sedang diperebutkan.

Ambil contoh dalam putaran pertama Pilgub DKI 2017, Ahok-Djarot yang maju sebagai calon petahana dikerubuti oleh dua pasangan calon lainnya, AHY-Sylviana dan Anies-Sandi.

Dalam putaran pertama tersebut, nyaris tidak satu pun serangan dari kubu AHY-Sylviana yang menyasar Anies-Sandi. Demikian juga sebaliknya. Kedua kubu sama-sama menyerang Ahok-Djarot yang berstatus calon petahana.

Baru pada putaran kedua, sejumlah pergeseran terjadi. Dari yang awalnya menentang dengan berbagai macam serangan, menjadi pendukung dengan segalam puja dan puji.

Pilgub DKI 2012 bisa dijadikan rujukannya. Pada putaran pertama, semua calon menyerang pasangan Foke-Nara. Ketika itu, kubu Hidayat Nurwahid (HNW) dari PKS yang berpasangan dengan kader PAN Didik J Rahbini menyerang Foke dari berbagai penjuru.

Ketika baru saja quick count dirilis oleh sejumlah lembaga survei, HNW, yang dalam Pilwalkot Solo mendukung Jokowi dan menjadi juru kampanyenya, segera melakukan pendekatan dengan Jokowi.

Menurut, Tempo.co, HNW disebut menawarkan 500 ribu suara asalkan kubu Jokowi memberinya uang jalan sebesar 50 Milyar. Jokowi menolak tawaran HNW tersebut. Setelah tawarannya ditolak oleh Jokowi. Entah dengan pertimbangan apa, PKS  mengarahkan dukungannya kepada Foke. https://m.tempo.co/read/news/2012/08/17/228424103/pks-dituding-minta-rp-50-m-untuk-dukung-jokowi

Sontak saat tu juga terjadi perubahan sikap dar kader-kader PKS. Kader-kader partai dakwah yang semula tidak sekali pun menyerang Jokowi, menjadi yang paling santer melontarkan berbagai serangannya, termasuk yang bermuatan fitnah dan hoax.

Tidak tanggung-tanggung kader dakwah partai Islam milik Allah ini menggunakan ayat-ayat Al Quran untuk mengkampanyekan kemenangan Foke. Sampai-sampai, para kader dakwah memviralkan sebuah artikel

http://www.kompasiana.com/rizagassner/kemenangan-foke-telah-tertulis-1433-tahun-lalu_5512dba5813311684abc5fdb

(Karena dinilai bertentangan dengan aturan main Kompasiana, artikel tersebut telah dihapus. Demikian juga dengan salinannya yang diposting di Kaskus https://archive.kaskus.co.id/thread/15791501/940#959)

Itulah kondisi Pilgub DKI 2012 dan 2017. Kondisi ini sangat umum terjadi di daerah mana pun di Indonesia. Di Cirebon, Nasruddin Aziz yang bakal maju sebagai calon petahana dalam Pilwalkot Cirebon pastinya akan dikeroyok pasangan yang menjadi pesaingnya,

Begitu juga dengan Pilpres 2019. Jokowi yang maju sebagai calon petahana pastinya akan dikeroyok. Dengan catatan, Pilpres 2019 diikuti 3 pasangan calon.

Segala jenis serangan pastinya akan dilontarkan dari segala penjuru ke arah Jokowi. Para penyerangnya tidak akan segan-segan membawa-bawa Allah.

Masih ingat dalam Pilgub DKI 2017, ada yang membuat meme “Allah menyukai yang ganjil. Pilihlah nomor ganjil”. Tidak jelas siapa pembuatnya. Hanya saja penyebar meme adalah kelompok yang “itu-itu” juga.

Hasilnya, sekalipun dikeroyok oleh nomor ganjil yang disukai Allah, nomor genap keluar sebagai pemenangnya.

Masih belum kapok. Pada putaran kedua disebarkan meme “angka 2 seperti arit lambang PKI. Angka 3 seperti lafadz Allah” Ini juga tidak jelas siapa pembuatnya, teta[i pemviralnya kelompok yang itu lagi-itu lagi.

Kali ini benar, angka 3 yang mirip lafadz Allah itu menang atas angka 2 yang mirip arit simbol PKI. Tetapi, betapa lemah, kerdil, dan kecilnya Allah kalah hanya menang 58% dari PKI.

Serangan-serangan yang membawa-bawa nama Allah pun pastinya belum akan hilang pada Pilpres 2019. Dan serangan itu pastinya akan ditujukan kepada Jokowi.

Tetapi, sekalipun akan ada banyak kelompok yang mengeroyok  Jokowi, sudah bisa dipastikan, kalau kelompok yang menyerang dengan membawa-bawa nama Allah hanya kelompok yang itu lagi-itu lagi.

Jokowi yang akan maju dengan diusung PDIP pastinya akan mendapat dukungan dari Nasdem. Nasdem dipastikan hanya akan melabuhkan dukungannya pada Jokowi dikarenakan memiliki sejumlah masalah dengan Gerindra dan Demokrat.

Sementara Golkar, PKB, PAN, dan PPP masih leluasa memilih arah politiknya. Keempat parpol itu bisa berkoalisi dengan Gerindra yang besar kemungkinan akan bergandengan dengan PKS, tetapi bisa juga bergabung dengan Demokrat.

Sementara Hanura yang ketua umumnya, Wiranto, memiliki masalah pribadi dengan Ketua Umum Gerindra, kemungkinan masih akan berkoalisi dengan PDIP, tetapi tidak menutup kemungkinan bergabung dengan Demokrat.

Tetapi, ancang-ancang peta koalisi ini akan buyar jika MK menerima judicial review terkait presidential threshold (PT) pada UU Pemilu. Jika, PT ditiadakan, semua parpol berhak mengajukan pasangan capres-cawapresnya, termasuk partai baru.

Dengan dihapusnya PT, mau tidak mau, setiap parpol harus mengajukan capres-cawapresnya. Sebab akan terasa janggal jika Partai A mengampanyekan partai dan caleg-calegnya dalam Pileg 2019, di saat yang bersamaan Partai A berupaya memenangkan kader Partai B dalam Pilpres 2019.

Apapun itu, apakah PT tetap ada atau dihapus oleh ketok palu MK, tetap saja sebagai calon petahana, secara alamiah, Jokowi akan dikeroyok dalam putaran pertama.

Tetapi, begitu memasuki putaran kedua, pergeseran-pergeseran pun dimulai. Partai yang awalnya menyerang dengan bengis, berubah menjadi pendukung paling tanggung.    
Copyright © Tampang.com
All rights reserved