Berharap Jokowi Menghayati Lakon Dewa Ruci

Tanggal: 24 Jul 2017 11:15 wib.
"Jujur, itu sebetulnya pengajuan BG bukan inisiatif Presiden," kata Ketua Tim Independen untuk Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI Syafii Maarif seusai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Rabu 28 Januari 2015 seperti dikutip Kompas.com

Pada hari yang sama pernyataan Buya Syafii itu dibantah oleh Jusuf Kalla. "Saya kira tentu semua penggantian penting itu diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Pak Presiden. Tidak ada orang lain yang bisa putuskan selain Pak Presiden," bantah Kalla (Kompas.com)

Sepentias JK benar, namun sepertinya JK tidak memerhatikan kata “inisiatif” yang disampaikan Buya. JK benar bila pergantian Kapolri diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Presiden. Maka sebagai presiden Republik Indonesia Jokowi-lah yang memutuskannya. Tapi, inisiatif usulan Budi Gunawan sebagai kapolri belum tentu dari Presiden.

Kemelut pencalonan Budi Gunawan dan berbagai peristiwa lainnya, seperti pengangkatan Archandra Tahar sebagai Menteri ESDM, penyelesaian kasus penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok, keluarnya Perppu No.2/2017 ini sedkikit banyak mirip dengan Serat Dewa Ruci.

Serat Dewa Ruci menuturkan perjalanan Bima dalam mencari air kehidupan. Bima memutuskan mencari air kehidupan sebagaimana inisiatif dari Durna, guru yang sangat dihormati dan dipatuhi oleh Bima.

Bima dikenal sebagai ksatria yang jujur, lugu, dan kuat kemauan. Ia tidak bisa dibeli. Ia berpegang teguh pada keyakinannya. Di samping itu Bima pun sangat patuh pada gurunya Resi Dorna. Kepatuhan Bima pada Dorna ini kemudian dijadikan pintu masuk bagi Kurawa untuk membinasakan Bima.

Karena kepatuhan dan ketaatan pada guru yang dihormatinya, Bima memutuskan untuk mencari air kehidupan sekalipun mendapat tentangan dari saudara-saudaranya. Hal yang sama dialami oleh Jokowi, sekalipun pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat mengingat Budi Gunawan diberitakan sebagai perwira polisi pemilik rekening gendut, Jokowi tidak bergeser setapak pun.

Dengan tekad bulat Bima menuju Gunung Candramuka, tepatnya di Rimba Palasara. Kemudian Bima memasuki gua di Gunung Candramuka itu. Di situ ia bertemu dengan dua raksasa: Rukmuka dan Rukmakala. Setelah melalui pertempuran yang dahsyat, Bima berhasil mengalahkan keduanya.

Ternyata, kedua raksasa itu jelmaan Bhatara Indra dan Bhatara Bayu. Melalui suara batin, Bima mendengar kedua dewa itu berkata bila Durna telah berdusta. Tirta kehidupan itu tidak berada di Candramuka.

"Wahai cucuku yang sedang bersedih. Engkau  mencari air kehidupan dan tidak menemukannya. Karena engkau tidak mendapat bimbingan yang nyata, tentang tempat benda yang kau cari itu. Sungguh menderita dirimu," kata suara batin yang didengar Bima.

Baik Jokowi maupun Bima sudah mendapatkan gambaran tentang situasi yang dihadapinya. Jokowi tahu bila penetapan sikap pemerintah atas berbagai persoalan akan berdampak buruk pada dirinya dan pemerintahannya. Sedang Bima tahu jika pencarian air kehidupan dapat membahayakan jiwanya. Yang menarik  adalah kemunculan orang-orang terdekat Bima dan Jokowi di tengah-tengah situasi sulit yang dihadapi keduanya.

Ketika menerjunkan dirinya ke dalam Samudra, Bima melihat ada ular besar. Ular ini berwajah liar dan ganas, bisanya sangat mematikan, mulutnya bagai gua, taringnya tajam bercahaya.

Terjadilah pertarungan antara Bima dengan ular. Sang naga melilit Bima sampai hanya tertinggal lehernya, menyemburkan bisa bagai air hujan. Bima yang tidak berdaya mengira ia akan mati. Tapi, ia teringat dengan kuku Pancanaka yang dimilikinya, Bima menancapkan kuku sakti itu di badan ular. Darah memancar deras. Ular besar itu mati.

Pertempuran melawan naga itu membuat Bima yang perkasa hampir kehabisan tenaga. Ia diombang-ambingkan oleh gelombang samudra yang besar. Berulang kali dibenturkan ke batu karang yang keras dan tajam. Putra kedua Pandawa ini semakin terpuruk dan mendekati ajalnya.

Jauh di Astina, Prabu Duryudana bersama para Kurawa bersukacita membayangkan kematian Bima. Kematian Bima merupakan kemenangan Kurawa sebelum Baratayudha dimulai. Kemenangan dalam Baratayudha artinya kekuasaan akan tetap dalam genggaman Kurawa bersaudara.

Nasib Jokowi pun hampir sama dengan Bima. Ia diombang-ambing gelombang konflik kepentingan. Tidak hanya itu, dalam berbagai persoalan, Jokowi berbenturan dengan pendukungnya sendiri.

Di ambang batas kesadarannya, Bima melihat kemunculan cahaya yang benderang. Cahaya benderang itu kemudian mewujud menjadi sosok kecil yang sama persis wujudnya dengan Bima. Kemudian terjadilah dialog antara Bima yang sedang sekarat dengan sosok kecil yang menyerupainya.

“Aja sira lunga, yen tan weruh ingkang pinaran,” nasihat sosok kecil yang menyerupai Bima. Jangan pergi bila belum jelas maksudnya, begitu katanya.

Kemudian sosok kecil itu melanjutkan, “Jangan makan bila belum tahu rasa yang dimakan. Janganlah berpakaian bila belum tahu nama pakaianmu. Kau bisa tahu dari bertanya. Dan, dengan meniru juga. Salam hidup, ada orang bodoh dari gunung yang membeli emas, oleh tukang emas diberi kertas kuning. Kertas itu dikiranya sebagai emas mulia. Demikian pula orang berguru, bila belum paham, akan tempat yang harus disembah".

Intinya jangan mengambil keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis tanpa terlebih dulu memikirkannya dalam-dalam, mencari tahu akibat yang ditumbulkannya, manfaat-mudharatnya, halal-haramnya.

Dewa Ruci bisa dimaknai sebagai hati nurani Bima sendiri. Di situ digambarkan Bima yang tengah berdialog dengan nuraninya sendiri. Pada saat itulah Bima menyadari kesalahan-kesalahannya Bima sadar jika pencariannya akan air kehidupan tanpa terlebih dulu memikirkan risiko yang bakal dihadapinya.

Sebagaimana Bima, Jokowi pun seharusnya berdialog dengan nuraninya yang dilandasi kejernihan akal sebelum mengambil keputusan. Masuklah ke dalam nurani, sebagaimana Bima yang memasuki raga Dewa Ruci.

Pertanyaannya, beranikah Jokowi membunuh “ular” yang membuatnya dalam situasi serbasulit ini. Ular sebagai simbol dari kejahatan. Bima yang membunuh ular di Samudra tersebut menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati, terlebih dulu harus juga menghilangkan kejahatan di dalam hatinya.

 

Sumber Serat Dewa Ruci: http://www.karatonsurakarta.com/dewaruci.html
Copyright © Tampang.com
All rights reserved