Tanpa Jatuh, Tiada Bangkit!

Tanggal: 20 Mei 2017 16:16 wib.
Kamu pernah terjatuh ? boleh jatuh saat sedang mengendarai sepeda motor, jatuh pada saat menggiring bola, atau jatuh terpeleset saat berlari. Apakah kamu merasakan kesakitan saat itu? Pastinya, saat kita terjatuh kita secara refleks meringis kesakitan. Bagaimanapun kita terjatuh, selalu ada kata “bangkit” yang membangunkan kita kembali supaya bisa berdiri tegak, siap menghadapi tantangan berikutnya.

Begitu pula hidup. Dalam hidup ini tak jarang kita temukan berbagai cobaan yang membuat kita jatuh terpuruk, sakit, lelah, hingga rasanya pasrah ingin mengakhiri hidup. Kalau Aku boleh sedikit berbagi cerita. Aku pernah terjatuh. Saat itu, waktu menjelang Ujian Nasional SMA, Allah takdirkan Ayahku untuk kembali ke haribaan-Nya. Sejujurnya Aku terjatuh. Terjatuh dikarenakan kehilangan sosok seorang Ayah yang telah menjadi figur pemimpin keluarga teladan. Kehilangan. Berat memang, tapi apadaya ini kehendak-Nya. Jatuh pada saat itu begitu menghempaskan raga menjadi lesu dan menghentakkan jiwa menjadi tak berdaya. Melihat wajah ketegaran seorang Ibu, Aku diingatkan bahwa semakin Aku tak boleh terus meratapi kesedihan. Saat itu, wajah Ibu mengajarkanku tentang arti bangkit. Ya, bangkit meski tak semudah mengucapkan kata “bangkit”.

Ujian Nasional tiba saat itu Aku masih dalam kondisi terjatuh. Aku susah sekali untuk bangkit, meski ibu, kakak, guru-guru, dan teman-temanku memberikan dukungan. Tapi tetap Aku masih terjatuh karena masih belum bisa”bangkit”. Aku punya sebuah komitmen bahwa mencontek saat ujian akan semakin membuatku terjatuh karena jika Aku mencontek artinya Aku telah menghianati amanat Alm.Bapaku. Ujian Nasional telah selesai dan hasil pun tiba di depan muka. Hasilnya sangat mencengangkan, Aku berada di posisi yang paling rendah. Aku terjatuh lagi. Terjatuh sejatuh-jatuhnya hingga sakit pun melengkapi jatuhnya Aku. Dua bulan lamanya, sakit itu tak kunjung pulih. Sebelum Aku Ujian Nasional, ada sebuah harapan besar bahwa Aku bisa berkuliah di IPB atau UPI. Karena Aku memiliki tekad untuk melanjutkan perjuangan Almarhum Bapakku. Menjadi seorang pendidik yang sejak dulu kupandang sebagai profesi yang tak menjamin, itu dulu. Almarhum pernah berpesan “Ki, kamu mah ulah kuliah nya, uang na ge timana?”. Bolehlah saat sebelum kepergiannya Aku menangisi karena kecil kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi. Tapi Allah punya rencana lain memang. 2012 saat itu telah terbuka kesempatan untuk ikut SNMPTN Tulis (sekarang menjadi SBMPTN). Meski masih dalam keadaan sakit, saat itu masih Types Aku memaksakan diri untuk ikut karena ini adalah kesempatan besar. Kupilih IPB dan UPI jurusan Kimia, Agronomi Hortikultura. Sehari sebelum tes mulai, Aku terjatuh dari sepeda motor yang membuat kaki kananku terluka, meringis kesakitanlah Aku.

Hari tes SNPMTN tulis tiba. Dalam keadaan yang memaksakan, Aku datang ke SMPN 19 Bandung tempat Aku melaksanakan tes itu. Usaha terbaik telah dikeluarkan. Ya, Aku menunggu saja hari pengumuman itu tiba. Sambil berharap bahwa ada di antara salah satu kampus itu yang akan aku singgahi kedepannya. Tak lupa, doa Ibu yang senantiasa menguatkan langkah perjuangan ini. Hari pengumuman tiba. Aku tidak lolos, satupun perguruan tinggi tidak ada yang menerimaku. Aku semakin terjatuh, tak berdaya lagi seolah tamat sudah perjuangan diri ini untuk mencapai cita-cita, menempuh pendidikan tinggi persis seperti amanat almarhum meski dalam kondisi kesulitan ekonomi. Akhirnya, tanpa panjang lebar Aku memutuskan diri untuk mencari pekerjaan. Balai Pulp Kertas, karena aku suka kimia sejak dulu maka Aku ingin bekerja di perusahaan yang berkaitan dengan kimia. Tapi sayangnya, Aku tidak ada kesempatan untuk masuk kesana. Persyaratannya harus alumni tamatan SMK yang memang fokus ke kimia.

Terjatuh lagi, terjatuh lagi. Saat itu Aku memang sudah ada pikiran untuk pasrah saja. Menyerah pada keadaan. Tapi, Allah memberikan kekuatan yang amat besar agar Aku bisa bangkit. Ya, bangkit! Beberapa minggu sebelum Ramadhan tiba, Aku mendapatkan informasi bahwa UPI menyelenggarakan test Seleksi Mandiri. Awalnya Aku ragu, karena test Seleksi Mandiri itu pasti mahal bila memang diterima di UPI. Tapi, berkat dorongan orang tua dan kaka-kaka yang hebat Aku memutuskan untuk mengambil kesempatan untuk test Seleksi Mandiri UPI. Entah mengapa, hati dan pikiran ini tergerak untuk memilih Jurusan Bimbingan dan Konseling di bagian pertama dan PGSD di bagian kedua. Karena sedari awal Aku menghindari hitung-hitungan meski hal itu tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan kita.Bismillah, pasrah saja Aku serahkan kepada-Nya atas pilihan ini. Semoga yang terbaik, doa pada saat itu sambil berharap besar kepada-Nya.

Ramadhan tiba, sejak minggu awal belum muncul pengumuman. Minggu kedua, menjadi salah satu hari yang istimewa dalam hidupku. Saat Aku cek akun Seleksi Mandiri UPI, melihat langsung ke kolom jurusan Bimbingan dan Konseling sambil berdetak jantungku begitu kencang. Melihat urutan paling atas tidak ada namaku. Semakin kebawah tidak ada. Was-was jadinya dan ketakutan semakin besar namun ada sebuah keoptimisan bahwa Aku pasti lolos! Dan ternyata, Allah mengabulkan permintaanku, juga doa-doa orang-orang hebat yang senantiasa membantuku. Fikri Faturrahman di urutan ke-6 dari bawah lolos ke Jurusan Bimbingan dan Konseling. Alhamdulillah! Tak terasa, tetesan air mata pun mengalir. Kucetak hasil test itu, dan menandai ada namaku disana. Tanpa panjang lebar Aku langsung memberi kabar baik itu kepada Ibuku. Ibuku langsung memelukku sambil berkata “Alhamdulillah, kacumponan Fikri kuliah di Negeri”. Sambil melihat pula mata Ibu yang berkaca-kaca.

Agustus 2012 menjadi hari pertamaku menjadi seorang Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Sejujurnya, saat inilah Aku menemukan titik kebangkitanku. Saat menjadi mahasiswa! Aku seperti dibangunkan oleh banyak orang, lalu berkata “Bangun fik! Bangun!, Bangkit Fik, bangkit!” tepat suara itu diucapkan keras di telingaku. Ibarat seperti itulah jadinya. Membuat Aku menjadi sadar dan tergerak untuk terus berpikir dan sedikit demi sedikit bergerak. Akhirnya, Aku banyak belajar dari jatuh-jatuh yang lalu. Jatuh-jatuh yang membelajarkanku untuk menjadi manusia yang tegar dalam menghadapi masalah hidup ini. Bangkit yang senantiasa membangunkan kembali harapan-harapan yang telah pudar. Dari diri seorang diri, kita harus sadari bahwa banyak sekali yang harus kita pikirkan untuk masa depan nanti.

Apakah kisah ini perih? Saya pikir dan rasa, masih ada yang lebih perih daripada hal ini. Tapi tidak seharusnya Aku menyesalkan semua yang telah terjadi apalagi menyalahkan. Cukup bersyukur dan bersabar untuk kali ini. Setiap ujian yang menimpa adalah salah satu bentuk kasih sayang-Nya agar kita belajar bagaimana bangkit dari jatuh. Agar saat kita terjatuh tahu bagaimana caranya untuk bangkit. Maka, sedalam apapun kita jatuh maka kita sudah tau cara bangkit dari jatuh yang paling dalam.

Karena bangkit adalah soal keberanian dalam mengambil tanggung jawab beserta resikonya!

Selamat Hari Kebangkitan Nasional!

Baktiku untuk Negeri!

fikrisuhardi
Copyright © Tampang.com
All rights reserved