Kenapa Blogger Dibutuhkan oleh Politisi

Tanggal: 24 Jul 2017 11:05 wib.
"Untuk itu saya mohon kepada Bapak SBY jujur, beliau tahu perkara saya ini. Cerita, apa yang beliau alami dan beliau perbuat," ujar Antasari Azhar di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, pada Selasa 14 Februari 2017 (Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/13562011/antasari.saya.mohon.bapak.sby.jujur.cerita.apa.yang.beliau.perbuat)

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menyebutkan, Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Presiden mengetahui persis kasus pembunuhan bos Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen yang menjerat dirinya.

Karuan saja “serangan” Antasari yang dilancarkan hanya sehari atau beberapa jam jelang tahap pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta 2017 mengagetkan publik. Serangan dadakan Antasari itu juga menyasar Calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan putra sulung dari SBY.

Sepertinya, kubu AHY tidak siap dengan serangan “blitz” Antasari. Kubu AHY yang dikenal dijejali oleh banyak pakar, termasuk ahli komunikasi, tidak sanggup mempertahankan zona pertahanannya dari yang dibombardir lewat media arus utama dan media sosial.

Akibatnya, hanya dalam beberapa jam, elektabilitas AHY anjlok tajam. Dan, ujung-ujungnya, AHY harus melepas cita-citanya sebagai pemimpin Ibu Kota Jakarta.

Apa yang salah pada kubu AHY yang di-back up oleh Cikeas yang merupakan “veteran” dalam sejumlah Pemilu sejak 2004?

Jawabannya, karena kubu AHY tidak melakukan atau tidak mampu mematahkan serangan Antasari. Dari pengamatan media, baik itu media arus utama maupun media sosial, yang dilakukan kubu AHY justru melancarkan serangan balik kepada Antasari.

Salahnya, kubu AHY menyerang balik Antasari dengan memanfaatkan “kasus” perselingkuhan Antasari dengan seorang caddy golf. “Kasus” ini, bisa dibilang, sudah menjadi barang rongsok sebab adanya peristiwa tersebut sudah menjadi rahasia umum.

Karena, hanya menggunakan “peluru” lawas, serangan kubu AHY menjadi tidak berdampak sama sekali. Sementara, serangan Antasari yang menggunakan isu yang belum pernah diberitakan sebelumnya mampu menghentak.

Muncul sebuah pertanyaan, kenapa kubu Cikeas sebagai pendukung utama pencalonan AHY tidak mematahkan serangan Antasari? Padahal serangan kilat Mantan Ketua KPK itu dapat dengan mudah dipatahkan.

Contohnya adalah artikel “Ini Dia Fakta Kunci Kalau SBY Bukan Dalang Kasus Antasari Azhar” yang diunggah di Kompasiana (http://www.kompasiana.com/gatotswandito/ini-dia-fakta-kunci-kalau-sby-bukan-dalang-kasus-antasari-azhar_58a3d5a9cc9273fc0f3a4eab).

Memang artikel tersebut (hanyalah) sebuah opini. Namun demikian, artikel tersebut disertai sejumlah informasi yang bersumber dari media arus utama.

Sayangnya, ketika artikel itu mulai mem-viral, elektabilitas AHY sudah kadung merosot.

Kampanye bukan hanya strategi dalam meraih simpati calon pemilih yang kemudian mengkonversikannya menjadi suara. Strategi ini dikenal sebagai kampanye positif.

Di sisi lain, ada kampanye yang bertujuan merontokkan tingkat elektabilitas lawan sekaligus merebut suara pendukung lawan. Ada dua strategi yang bisa dilancarkan dalam kampanye jenis ini. Pertama, kampanye negatif. Kedua kampanye hitam.

Kampanye negatif maupun kampanye hitam merupakan bumbu penyedap yang tidak mungkin dapat dicegah dengan sistem perundang-undangan apapun.

Kedua serangan mematikan tersebut sebenarnya bisa dipatahkan dengan opini. Namun demikian, tidak mudah membangun sebuah opini yang sanggup mematahkan serangan kampanye negatif dan kampanye hitam. Salah satu caranya adalah menuliskan opini dengan disertai informasi atau data yang WAJIB didapat dari sumber terpercaya.

Menulis opini sebuah seni tersendiri di mana tidak semua orang dapat melakukannya. Sebuah opini yang baik adalah ketika berhasil merusak struktur pemikiran yang telah tertanam dalam masyarakat. Contohnya adalah beberapa artikel yang membantah tuduhan kepada Badan Intelijen Negara sebagai otak pembunuh aktivis HAM Munir.

(Artikel yang membantah BIN sebagai dalang pembunuhan Munir

http://www.kompasiana.com/gatotswandito/kisah-pendongeng-hitam-tentang-kematian-munir_54f3af6e7455137d2b6c7ce0

http://www.kompasiana.com/gatotswandito/pendongeng-hitam-pengakuan-intel-belanda-yang-bertato-mawar-di-betisnya-tentang-kematian-munir_580479a48823bd931a7fdfac

https://www.inspirasi.co/gatotswandito/3301_kasus-mirna-mirip-kasus-pembunuhan-munir-akankah-jessica-di-pollicarpus-kan-)

Dalam kontestasi Pemilu DKI Jakarta 2017, tidak ada satu pun tim sukses pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang membantah tudingan bahwa pemda DKI gagal mengatasi kemacetan ibu kota. Padahal untuk membantahnya penilaian ini sangat mudah. Misalnya dengan mem-posting artikel http://www.kompasiana.com/gatotswandito/soal-macet-jakarta-siapa-pantas-menilai_552a5d5bf17e615901d62419 ini.

Sebaliknya, ketika hampir seluruh media memberitakan bahwa Ahok sulit dikalahkan atau. Pemberitaan tersebut bersumber dari rilis survei CSIS, sebuah lembaga survei tersohor. Tetapi, dari rilis survei yang sama, muncul opini http://www.kompasiana.com/gatotswandito/siapa-bilang-ahok-bakal-menang-mudah-dalam-pilgub-dki-2017-nanti_56a83a45b09273590f803808 yang berbeda 180 derajat.

Persoalannya, banyak tim sukses yang tidak siap dengan dua jenis kampanye ini. Bahkan, tidak sedikit tim sukses, termasuk pendukung non tim sukses, yang justru melakukan blunder fatal saat mencoba melawan serangan kampanye negatif dan kampanye hitam.

Di tambah lagi, dengan jumlah penduduk 250 juta dan 70 % di antaranya merupakan pengguna media sosial, maka kesalahan sedikit saja dalam berkampanye dapat berdampak buruk. Hal ini disebabkan kemampuan internet yang dapat memviralkan sebuah konten dengan cepat.

Di sinilah setiap kontestan pemilu membutuhkan penulis opini yang sanggup mematahkan kampanye negatif dan hitam serta menjungkirbalikkan persepsi publik. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved