Ekonomi makin Sulit, Masyarakat makin Konsumtif

Tanggal: 9 Mei 2017 11:11 wib.
Tampang.com- Tarif dasar listrik naik, masyarakat menjerit, harga-harga kebutuhan pokok menjelang bulan puasa mulai mengalami lonjakan, masyarakat semakin terhimpit. Yaa.. beban hidup saat ini yang semakin berat seiring semakin susahnya mendapatkan penghasilan yang dirasa MENCUKUPI untuk memenuhi kebutuhan hidup, sangat dirasakan oleh masyarakat. Upah minimum yang ditetapkan pemerintah di berbagai kota, ternyata belum bisa memenuhi harapan masyarakat akan kehidupan yang lebih baik. Penghasilan yang berbanding lurus dengan beban pengeluaran semestinya membuat sebagian besar orang benar-benar memikirkan dan memprioritaskan skala kebutuhan yang harus dipenuhi.Tapi nyatanya, hampir sebagian besar masyarakat kita kurang mampu mengatur keuangan sehingga yang terjadi masyarakat hanya bisa hidup layak tanpa ada tambahan sejahtera.

Kalau saja yang ditetapkan pemerintah adalah Upah Maksimum, mungkin masyarakat di Indonesia dapat menikmati kesejahteraan hidup yang sebenarnya. Tapi apa dikata, upah yang diberikan hanyalah Upah Minimum yang hanya mengacu pada kelayakan hidup masyarakat. Tapi yaa sudahlah, kebijakan ini sudah lama diterapkan dan pada akhirnya masih banyak dari masyarakat yang walaupun bekerja dengan gaji yang berstandar kelayakan, belum dapat menikmati apa yang disebut kesejahteraan hidup.

kalau diperhatikan dari pola hidup masyarakat kita yang berada dalam kesulitan ekonomi, yang selalu dikeluhkan oleh masyarakat kita justru ketika berhadapan dengan kebutuhan yang pokok. Sementara kalau dilihat dari kebutuhan lainnya yang sifatnya konsumtif,masyarakat seolah kurang memperdulikan antara penghasilan yang diterima dengan pengeluaran yang harus dianggarkan untuk mendapatkan kebutuhan yang bersifat konsumtif. Ternyata perilaku seperti ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat kita. Ketika listrik naik, masyarakat mengeluhkan saat melakukan pembayaran, tapi mereka tidak sadar kalau dirumah fasilitas televisi bisa lebih dari satu, dan sering nyala tanpa kenal batas waktu ( sampai yang nonton tidur pun tv masih nyala), ini khan merupakan pemborosan dan tidak bijaksana dalam menyikapi kenaikan tatif listrik. 

Ketika anak-anak harus masuk sekolah untuk membeli keperluan sekolah, membayar SPP atau uang gedung, mungkin untuk biaya kost apabila anak kuliah jauh dari orang tua, semua ini dikeluhkan oleh sebagian besar masyarakat kita. Tapi coba dilihat, berapa Handphone yang dimiliki dalam satu keluarga mulai dari anak sampai orang tua, dan sudah pasti bukan handphone yang harganya murah. Ketika harga bensin mengalami kenaikan, semua mengeluh dengan kenaikan ini, coba diperhatikan rata-rata satu rumah memiliki lebih dari satu buah motor, sementara tidak mungkin kalau salah satu motor tidak terisi bensin.

Penghasilan yang dirasakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, terkadang tidak disikapi dengan skala prioritas pengeluaran yang ada. Di tengah ekonomi yang sedang sulit, masyarakat bahkan cenderung makin konsumtif bahkan terlalu memaksakan diri. Kebiasaan menerima pinjaman atau bahkan mengajukan pinjaman ke bank atau koperasi yang sekarang sudah banyak tumbuh, hanya untuk memenuhi keinginan anak atau anggota keluarga tanpa memikirkan bagaimana cara membayarnya. Tak heran jika hanya dalam waktu 3 bulan membayar kredit motor, banyak yang sudah tidak sanggup membayar dan terpaksa motor diambil kembali oleh kolektor lising, tabungan terkuras habis untuk menutupi pembayaran hutang dan beban pikiran semakin berat yang pada akhirnya memunculkan kebiasaan masyarakat "Gali lobang tutup Lobang" dalam mengatur keuangan keluarga. Masih untunglah kalau sekedar "gali lobang tutup lobang", kalau lobang sudah ngga ada yang bisa digali pasti nambah masalah khan? apalagi kalau istilah yang muncul "gali lobang tutup Balong" sampai kapanpun tidak akan sejahtera hidup kita ini.

Jelang bulan puasa, lebaran, memasuki tahun ajaran baru, pasti banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi, seyogyanya kita tidak perlu atau memaksakan diri untuk konsumtif dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak terlalu penting. Bijaksana dalam mengatur keuangan agar suami sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab mencari penghasilan tidak pusing memikirkan kebutuhan hidup yang pada akhirnya menjebak mereka kedalam lubang yang bernama KORUPSI.

Kebutuhan yang bersifat konsumtif seyogyanya dikurangi dengan lebih mengutamakan kebutuhan pokok keluarga, agar kita tidak terjebak dalam kesulitan hidup dan kesejahteraan keluarga bisa kita dapatkan.

 

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved